FOREST TO DATE SERIES 2: “MENELISIK KEBIJAKAN EUDR (European Union Deforestation-free Regulations) DI INDONESIA”

How-will-the-EUs-deforestation-regulation-EUDR-transform-the-agri-food-supply-chain-blog-1024x574

FOREST TO DATE SERIES 2: “MENELISIK KEBIJAKAN EUDR (European Union Deforestation-free Regulations) DI INDONESIA”

Laju deforestasi global masih sangat tinggi. Menurunnya tutupan pohon hampir di seluruh wilayah di dunia ini merupakan suatu hal yang penting. Berdasarkan data WWF pada tahun 2017, Uni Eropa bertanggung jawab atas 16% deforestasi tropis yaitu terkait perdagangan internasional, dengan luas total 203.000 hektar dan 116 juta ton karbon – lebih banyak dari India (9%), Amerika Serikat (7%). Luas lahan yang mengalami deforestasi di Eropa menimbulkan emisi karbon yang disebabkan oleh konsumsi dan produksi komoditas ekspansi pertanian paling sedikit 32 juta metrik ton per tahun. Uni Eropa sebagai tempat perputaran pasar internasional terbesar dunia, menyumbang 10% deforestasi global yang bersumber dari konsumsi dan rantai pasok barang (Trent 2023), oleh karena itu Komisi Uni Eropa melakukan langkah prerogatif sebagai solusi dalam mencegah deforestasi dengan mengajukan usulan proposal European Union Deforestation-free Regulations atau EUDR.

European Union Deforestation-free Regulations atau disingkat EUDR sendiri merupakan kebijakan perpanjangan dari sejumlah kebijakan pendahulunya yang menggagas kepedulian Uni Eropa yang didorong oleh masyarakat negara anggotanya yang mulai mendesak untuk pengambilan tindakan atas emisi gas rumah kaca yang semakin meningkat utamanya akibat konsumsi yang tinggi oleh Uni Eropa diikuti dengan tidak efektifnya kebijakan dan upaya yang telah diberlakukan di ranah global tidak terlalu berdampak utamanya dalam menghentikan deforestasi, perubahan struktural tutupan hutan, dan kelangkaan flora dan fauna. Tujuannya ialah untuk meningkatkan kontribusi Uni Eropa untuk mengurangi deforestasi, perubahan struktural tutupan hutan, sambil mendorong kesadaran atas hak asasi manusia dan kelompok pribumi, regulasi ini akan memastikan komoditas yang akan beredar di pasar Uni Eropa memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu.

Benang Merah Kebijakan EUDR

Salah satu tujuan yang berusaha diwujudkan oleh Uni Eropa adalah mewujudkan dunia yang melindungi keberlanjutan ekosistem. Hal tersebut menjadi dasar bagi Uni Eropa untuk menganggap bahwa industri kelapa sawit berperan dalam deforestasi hutan tropis, yang tentunya tidak selaras dengan tujuan SDGS mengenai keberlanjutan ekosistem. Indonesia sebagai produsen kelapa sawit terbesar, mengkritik keras akan kebijakan ini. Langkah yang dilakukan Uni Eropa ini merupakan langkah yang akan mampu mengurangi pasar minyak kelapa sawit sehingga menjadi hambatan bagi produksi dan perdagangan minyak kelapa sawit (Pratama 2019). Negara-negara produsen minyak kelapa sawit lainnya juga merasa khawatir kehilangan pasar komoditasnya, tak terkecuali Indonesia yang sangat mengandalkan kelapa sawit sebagai sumber devisa terbesar negara.

Dilihat dari segi keberlanjutan lingkungan, deforestasi di Indonesia untuk perkebunan kelapa sawit pada kenyataannya memiliki banyak masalah yang merugikan masyarakat Indonesia. Pembaruan data yang bersumber dari KLHK menyatakan bahwa deforestasi Indonesia pada tahun 2020-2021 adalah sebesar 113,5 ribu ha, hal ini diiringi dengan luas perkebunan kelapa sawit yang terus meningkat. Pada tahun 2021 luas areal kelapa sawit perkebunan Indonesia adalah 14.621.693 ha. Luas ini meningkat sekitar 5.489.397 ha atau 60% dalam sepuluh tahun sejak 2011 silam (Jannetta et al. 2024). Industri kelapa sawit memang sangat menguntungkan bagi Indonesia, namun tak bisa dipungkiri bahwa deforestasi untuk industri ini juga menghilangkan kekayaan alam serta mengurangi area penyangga ekosistem di Indonesia. Maka dari itu kebijakan EUDR dianggap dapat mengatasi deforestasi yang disebabkan oleh perluasan lahan yang digunakan untuk memproduksi komunitas tersebut. Meskipun begitu Indonesia merasa keberatan akan diberlakukannya kebijakan ini, mengingat regulasi ini berdampak sangat besar dalam pembatasan-pembatasan masuknya komoditas kehutanan dan pertanian yang akan masuk ke dalam pasar Uni Eropa serta akan menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi Indonesia. Di sisi lain konsistensi Uni Eropa terhadap SDGS perlu kembali diperhatikan apabila hanya berfokus pada lingkungan dan tidak memperhatikan aspek lainnya seperti pemberantasan kemiskinan. Industri kelapa sawit di Indonesia sebagai sumber devisa terbesar tentunya juga berpengaruh dalam memberantas kemiskinan di Indonesia, sehingga dengan adanya kebijakan EUDR yang membatasi masuknya komoditi ini dapat berakibat pada berkurangnya lapangan pekerjaan petani sawit yang didominasi swadaya masyarakat.